Selasa, 13 September 2016

ABORSI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN PASAL 194 UNDANG-UNDANG RI NO. 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN

ABORSI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN PASAL 194 UNDANG-UNDANG RI NO. 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN 
(Studi kasus putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.38/Pid.Sus/2014/PN.Kdr)

Oleh: Taufik Kurrohman
Email: taufik.qman@yahoo.com

ABSTRAK

Penelitian ini menjelaskan kebolehan aborsi sudut pandang hukum Islam dan Undang-undang No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan, namun pada faktanya kebolehan tersebut disalahgunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif analisis suatu kasus putusan Mahkamah Agung yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. penelitian ini menunjukan perilaku aborsi digunakan sebagai salah satu upaya untuk menutupi aib dan tidak termasuk dalam kebolehan sudut pandang hukum Islam dan kedaruratan medis.oleh karena itu penelitian ini bermaksud menggambarkan pertama, Bagaimana konsepsi hukum Islam memandang pengguguran janin; kedua, bagaimana interpretasi pasal 194 undang-undang No.36 tahun 2009 tentang kesehatan menjerat pelaku aborsi.

Kata Kunci:  Aborsi, Hukum Islam, Undang-Undang No.36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan.

ABSTRACT
This study describes the permissibility of abortion viewpoint of Islamic law and the Act 36 of 2009 on health, but in fact the permissibility being abused by people who are not responsible. This study uses normative analysis of a case the Supreme Court judgment which has had permanent legal force. This study shows the behavior of abortion is used as an attempt to cover up the disgrace and are not included in the permissibility of Islamic legal standpoint and emergency medis. Therefore, this study intends to describe the first,How Islam considers abortion law conception of the fetus; second, how the interpretation of article 194 law 36 of 2009 on health ensnare abortion.

Keywords: Abortion, Islamic Law, The Act 36 of 2009 on Healt
       ______________________________________________________


A. Pendahuluan

        Perkembangan teknologi sains modern[1] dewasa ini telah memberikan andil yang begitu besar terhadap perubahan baik pada aspek kesehatan, hukum, sosial dan pada berbagai aspek kehidupan lainnya. Perubahan tersebut memberikan ketersingkapan pengetahuan, dalam tataran epistimologi dan aksiologi[2] sain modern, kami meyakini bahwa maksud dan tujuan diciptakannya sains modern atau tataran praktis aksiologi sains tidak diciptakan untuk hal-hal yang bertentangan dengan moral dan agama. Rekasaya teknologi pada saat ini menuntut manusia untuk memilah-milah dan menggunakannya secara arif dan bijaksana  dan  tidak melanggar norma-norma yang ada dalam tatanan masyarakat yang bersifat universal dan norma hukum islam.
        Salah satu dari sekian kasus yang banyak terjadi pada saat ini sebagai bagian dari rekayasa teknologi mengenai aborsi atau gugurnya kandungan, yang berarti kalau dilakukan secara sengaja tanpa alasan yang syar’i atau medis berarti menghilangkan nyawa orang lain meskipun masih dalam kandungan, karena janin dalam kandungan adalah makhluk hidup (manusia yang hidup) dan mempunyai hak untuk hidup sebagai hak asasi yang dilindungi oleh undang-undang dan hukum islam.  
       Dalam era ilmu pengetahunan dan teknologi[3], ilmu sebagai hasil aktivitas manusia yang mengkaji berbagai hal, baik diri manusia itu sendiri maupun realitas di luar dirinya, sepanjang sejarah perkembangannnya sampai saat ini selalu mengalami keterangan dengan berbagai aspek lain dari kehidupan manusia. Pada tataran praktis-operasional selalu diperbincangkan kembali hubungan timbal balik antara ilmu dan teknologi.[4] perkembangan teknologi telah merubah tatanan fiqh[5] dalam konteks hukum islam, oleh sebab itu dengan adanya perkembangan pengetahuan dan teknologi fiqih dalam konteks hukum islam menyesuaikan dan bersifat dinamis namun dengan metode-metode yang mengedepankan prinsip-prinsip maqashid assyari’ah.
       Dalam tataran epistimologi[6] ilmu pengetahuan bahwa ditemukannya suatu ilmu pengetahuan pada dasarnya sebagai jalan untuk memudahkan manusia menghadapi kesulitan-kesulitan yang ada, sehingga pada dasarnya tujuan dari upaya penemuan  teknologi tersebut tidak dimaksudkan untuk memberikan kesulitan apalagi  sampai menghancurkan tatanan kehidupan manusia.
       Islam sebagai agama yang suci, yang dibawa oleh nabi Muhammad. SAW diturunkan oleh Allah. SWT sebagai rahmatan lil’alamiin. Setiap mahluk hidup mempunyai hak untuk hidup dan menikmati kehidupan. Oleh karena itu ajaran islam sangat mementingkan pemeliharaan lima hal, yaitu agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta (kulliyyatul khams). Pemeliharaan kelima hal tersebut tergolong ke dalam al-mashalih alhaqiqiyyat.[7] Memelihara jiwa dan melindungi manusia dari segala ancaman adalah hak-hak yang harus dilindungi oleh siapapun, oleh sebab itu undang-undang telah melindungi secara khusus mengenai aborsi dalam undang-undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan.[8]
       Secara kodrati manusia diciptakan untuk berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan, dari pasangan tersebut ada kecendrungan dari keduanya untuk melakukan hubungan biologis yang tujuan utamanya adalah meneruskan keturunan dan melanjutkan eksistensi manusia. Namun dari maksud yang mulia tersebut adakalanya terjadinya hubungan biologis yang dalam tataran norma adalah bagian yang dilarang, atau atas alasan dimana pasangan tersebut belum siap menerima kehadiran si bayi (misal alasan ekonomi, kesiapan mental orang tua atau hal-hal lainnya yang menjadi faktor alasan pembenar bagi pasangan tersebut untuk melakukan upaya aborsi)  sehingga ketika janin tersebut hidup dan bersemayam dalam rahim, calon ibu tersebut berupaya mengugurkan kandungannya  dengan berbagai cara seperti mengkonsumsi obat tanpa indikasi medis dokter, atau meminta bantuan orang lain  untuk menghilangkan aib keluarga  dan faktor kekhawatiran serta kefakiran[9]  akan masa depan jabang bayi yang berlebihan. Dalam konteks hukum islam hal tersebut tentunya berlawanan dengan kulliyyatul khams yang di antaranya adalah menjaga keturunan dan jiwa.
       Erik Eckhlom menyebutkan berdasarkan data penelitiannya, setiap tahun sekurang-kurangnya 35 juta dan mungkin sampai 55 juta wanita yang mengakhiri masa kehamilannya dengan aborsi.[10] Jumlah yang begitu besar terhadap pengguguran janin yang kalau itu dilakukan bukan atas indikasi medik sebagaimana tertulis dalam UU No.36 tahun 2009, pasal 75[11], maka sungguh merupakan kejahatan yang luar biasa terhadap manusia yang tidak berdaya. Aborsi bukan hanya berdampak terhadap janin namun hal tersebut juga dapat  berdampak secara langsung atau tidak langsung terhadap ibu dari sisi kesehatan fisik maupun  psikologis.
       Oleh karena itu dengan begitu besarnya jumlah pengguguran janin dengan tanpa indikasi medik  secara tidak langsung mengeksistensikan tindakan amoral dan asusila adalah bagian dari bencana terdegradasinya akhlak dan budi pekerti yang ada dalam setiap jiwa manusia. Maka kami berpendapat kasus demi kasus yang telah terjadi di berbagai belahan dunia khususnya di Indonesia, kiranya layak untuk kita lihat lebih jauh permasalahan  aborsi dari sudut pandang hukum islam dan undang-undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan serta menganalisis satu putusan Mahkamah Agung mengenai aborsi.
       Apakah aborsi (pengguguran janin) termasuk pembunuhan (jarimat) dalam konteks hukum Islam yang diberlakukannya hukum qisas, mengingat janin masih dalam wujud yang belum lahir ke dunia, lalu bagaimana undang-undang yang khusus (lex specialist) mengatur mengenai aborsi.[12]Permasalahan-permasalahan tersebutlah yang menurut kami sebagai bagian tema rekayasa teknologi, dengan aborsi melalui berbagai cara obat-obatan, alat medis dll.  Sebelum masuk pada pokok bahasan maka terlebih dahulu makalah ini akan menerangkan tinjauan umum aborsi pengertian dan macam-macamnya, tahapan penciptaan pertumbuhan janin manusia, aborsi dalam perspektif  hukum Islam dan Undang-undang No. 36 Tahun 2009 Tentang kesehatan pasal 194, dan analisis kasus putusan Mahkamah Agung mengenai aborsi.
A. Permasalahan
       Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, pokok permasalahan  dalam tulisan ini adalah pertama, bagaimana konsepsi hukum Islam memandang pengguguran janin (aborsi); kedua, Bagaimana interpretasi undang-undang No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan pasal 194 menjerat para pelaku aborsi  ?

B. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
        Berdasarkan pokok permasalahan tersebut maka tujuan penulisan ini adalah untuk memahami kosepsi hukum Islam mengenai pengguguran janin (aborsi) dan interpretasi pasal 194 Undang-undang No.36 Tahun 2009 Tentang kesehatan dapat menjerat pelaku aborsi.hal apa yang termasuk kategori dharurat menurut hukum Islam dan hal apa kategori kedaruratan medis menurut undang-undang kesehatan.

C. Metode Penelitian
       Menurut Morris L. Cohen, Legal Research is the process of finding the laws that governs activities in human society[13] dan menurut Peter Mahmud Marzuki[14] penelitian hukum (legal research)[15] merupakan suatu proses ilmiah untuk mencari pemecahan atau isu hukum yang muncul dengan tujuan untuk memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogyanya atau isu hukum yang muncul tersebut. Selanjutmya berdasarkan beberapa pandangan dan pengertian yang dikemukakan beberapa penulis antara lain Morris L. Cohen, Enid Campbell, Lan McLeod, Terry Hutchinson, Jan Gijssels dan Mark van Hoecke.[16]
        Pendekatan koseptual (Conseptual approach) berdasar dari pendapat ahli (doktrin) yang terkait dengan materi hukum Islam dan hukum pidana, Pendekatan undang-undang (statute approach) terutama difokuskan pada ketentuan Hukum Islam dan Undang-undang No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Pendekatan kasus (case approach) dilakukan dalam menganalisis kasus-kasus aborsi yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap diputus oleh pengadilan, sedangkan Pendekatan perbandingan (comparative appraoch) sebagai bagian pendekatan pelengkap komparasi hukum nasional dan hukum Islam dalam berbagai kasus mengenai aborsi terutama dalam penelitian ini dianalisis mengenai kasus Studi kasus putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.38/Pid.Sus/2014/PN.Kdr. Perbandingan dilakukan terhadap : Hukum Islam, KUHP, Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang kesehatan, putusan Mahkamah Agung. Komparasi tersebut diharapkan mendapatkan benang merah yang dapat menjadi norma standar dalam penanganan aborsi oleh tenaga kesehatan.
D. Pembahasan
A. Terminologi Aborsi dan Unsur-unsurnya
       Kata aborsi (abortion) berasal dari bahasa latin yang secara terminologi bermakna menggugurkan  kandungan atau keguguran. Dalam ensiklopedi indonesia dijelaskan bahwa aborsi diartikan sebagai pengakhiran kehamilan sebelum masa gestasi 28 minggu atau sebelum janin mencapai berat 1.000 gram.[17] Dengan kata lain adalah upaya menghambat/menghentikan pertumbuhan  janin dengan berbagai cara baik medis maupun non medis.
       Dalam istilah fiqih (hukum islam) untuk menyatakan tindakan aborsi para ulama menggunakan kata-kata ishqath, iqla dan inzal kata-kata tersebut disebutkan oleh Dr. Abdullah bin Abd al Mukhsin al Thariqi, yang mengandung terminologi dan pemahaman yang sama, yang salah satunya dapat digunakan untuk menyatakan tindakan aborsi.[18] Senada dengan dosen Universitas Indonesia Sardikin Ginaputra memberikan pengertian bahwa aborsi sebagai pengakhiran masa kehamilan atau hasil pembuahan sebelum janin dapat hidup di luar kandungan.[19] Dengan beberapa pengertian yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli maka dapat kita katakan bahwa aborsi adalah suatu tindakan pengakhiran kehamilan sebelum masa kelahiran secara alami atau cesar.
       Sehingga dari berbagai pengertian tersebut dapat dipahami mengenai unsur-unsur aborsi di antaranya adalah :
1.  Adanya janin yang diakibatkan dari pembuahan sperma terhadap sel telur (ovum) dalam rahim
2.  Pengakhiran kehamilan (aborsi) dilakukan atas kehendak dan tindakan secara sadar keinginan sendiri yang melanggar norma atau atas kehendak dokter sebagai jalan medis yang mengandung kebolehan.
3.  Pengguguran kehamilan (aborsi) tersebut terjadi sebelum masa kelahiran normal atau sesar
B.  Cara Dalam Melakukan Aborsi dan Macam-Macam Aborsi
       Tindakan aborsi dapat dilakukan sebagai tindakan secara sadar atas kehendak sendiri dengan mengesampingkan norma dan yang kedua adalah indikasi medis. Dengan banyaknya tatacara melakukan aborsi yang bisa kita dapatkan dari media internet membuka ruang-ruang pengetahuan bagi masyarakat untuk mengakses dan tidak jarang atas pengetahuan tersebut mereka melakukan aborsi sendiri dengan obat-obatan tradisional ataupun modern dengan maksud untuk menghilangkan aib.
       Di berbagai negara yang menerapkan tanpa ancaman hukuman pidana terhadap yang mereka melakukan tindakan aborsi,[20] maka mereka menggunakan jasa dokter di rumah sakit untuk pengguguran kandungan. Akan tetapi ketika hukum mengatur bahwa dikenakan sangsi pidana bagi mereka yang melakukan aborsi tanpa alasan medis, maka kebanyakan mereka lebih memilih untuk menggugurkan kandungan oleh para dukun beranak dengan cara menggunakan alat yang kasar atau dengan pemijatan dengan maksud untuk mengeluarkan janin.[21]
       Penguguran janin yang dilakukan secara medis pada umumnya dilakukan dengan metode berikut :
1.    Dilatage & curettage, yaitu dengan memperlebar bukaan mulut rahin dilanjutkan dengan pengerokan isi
2.    Aspirasi yaitu penyedotan isi rahim dengan pompa kecil.
3.    Hysteretomi , biasa dilakukan dalam kondisi khusus, dimana kandungan diangkat secara bedah.
          Cara-cara pengguguran di atas merupakan kelajiman yang dilakukan oleh dokter sebagai pekerja medis di rumah sakit atau klinik, selain dari cara-cara yang dilakukan di atas ada juga melalui obat-obatan yang sesungguhnya tidak diperuntukan untuk pengguguran janin namun digunakan untuk maksud menggugurkan janin dengan cara diminum ataupun diletakan pada alat kelamin wanita. Seperti hal nya mengenai studi kasus yang akan di analisis pada bab terakhir makalah ini.
       Secara umum abortus dibagi ke dalam dua macam, yaitu pengguguran spontan (abortus spontaneus ) dan pengguguran buatan (abortus  provocatus).[22]
1.    Abortus spontaneus
adalah gugurnya janin secara sendirinya, dalam arti  tanpa disengaja.  Kejadian ini  sering terjadi karena kelainan medik misal perdarahan, atau karena kejadian lain seperti trauma. Dalam pandangan para ulama pengguguguran seperti ini tidak menimbulkan akibat hukum.
2.    Abortus provokatus
adalah upaya mengakhiri perkembangan janin secara disadari dan direncanakan .Dapat berupa abortus  artificialis terapeuticus dan aborsi provocatus criminalis.
a.   Abortus  Artificialis Terapeuticus
     adalah pengguguran yang dilakukan oleh dokter atas indikasi medis. Dalam istilah lain dapat disebutkan sebagai tindakan menghentikan pertumbuhan janin disertai pengeluaran dari rahim sebelum cukup masa kehamilan. Hal tersebut dilakukan sebagai langkah preventif untuk menyelamatkan  nyawa si ibu yang dapat terancam jiwanya bila kehamilan tetap dipertahankan.Dalam hal ini yang menurut hukum islam termasuk kategori dharuriyyaat.[23]
b.   Abortus Provocatus Criminalis
Abortus  provocatus criminalis adalah pengguguran yang dilakukan tanpa indikasi medik. Misalnya aborsi yang dilakukan dalam upaya untuk meniadakan kehamilan yang tidak dikehendaki.[24] Atau menurut fiqih aborsi seperti ini disebut dengan al-ijhadh al ijtima’i adalah tindakan mengeluarkan janin secara sengaja dan tanpa sebab yang membolehkan (dharurat) sebelum masa kelahiran tiba.
Pada umumnya wanita yang melakukan abortus  provocatus criminal disebabkan didorong oleh beberapa hal diantaranya :
a.   Dorongan individu
Ini meliputi kekhawatiran terhadap kefakiran tidak ingin mempunyai keluarga besar atau dengan alasan menjaga kecantikan secara keseluruhan serta mempertahankan sebagai wanita karir.
b.   Faktor kesempurnaan janin
Biasanya hal tersebut timbul karena adanya kekhawatiran bayi akan lahir dalam keadaan cacat akibat radiasi atau pengaruh obat-obatan, keracunan dan faktor-faktor lainnya.
c.    Aspek moralitas
Dorongan ini terjadi karena mereka tidak sanggup menerima sangsi sosial dari masyarakat, karena telah melakukan hubungan yang mengesampingkan aspek moral dan agama seperti tinggal bersama tanpa pernikahan atau dengan hamil di luar nikah.
C. Tahapan Pertumbuhan Janin dalam Rahim dan Risiko Tindakan Aborsi
       Al-qur’an membicarakan proses perkembangbiakan (reproduksi) manusia dengan menyebut tempat-tempat mekanisme yang tepat serta tahap-tahap reproduksi dengan tepat sebagaimana telah dibuktikan dalam sains modern.
“dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik”.[25]
       Sayd Quthb dalam tafsirannya mengenai ayat di atas menyebutkan membicarakan mengenai reproduksi manusia, dan manusia itu menjalani tahap perkembangbiakannya sejak dari tanah sampai menjadi manusia.[26] Memperhatikan  beberapa pendapat para ulama dan membandingkan dengan sains modern mengenai bagaimana tahapan penciptaan janin dalam rahim. Begitu banyak contoh dalam penelitian  yang dikemukakan dan dapat dibuktikan secara sains tentang bagaimana penciptaan manusia dalam Al-Qur’an baik itu dikalangan para peneliti muslim maupun para peneliti barat yang sudah begitu maju dalam hal perkembangan teknologi.

       Berikut ini tahapan penciptaan janin dalam Al-Qur’an hingga bentuk yang sempurna, sebagai berikut ini [27]:
1.    Tahap Al-Nuthfah
       Kata nuthfah yang dimaksudkan dalam konteks ini adalah setetes sperma.[28] Sebagaimana firman Allah. SWT.
     Bukankah Dia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim)
       Menetapnya telur dalam rahim terjadi karena timbulnya villis yaitu perpanjangan telur yang mengisap zat yang perlu dari dinding rahim seperti akar-akar tumbuhan masuk dalam tanah. Pertumbuhan semacam ini mengokohkan telur dalam rahim.[29]
2.    Tahap Al-Alaqah
        Perkembangan janin selanjutnya adalah pertumbuhan pembuahan antara sperma dan opum menjadi zat sesuatu yang melekat pada dinding rahim, dibahasakan dalam Al-qur’an dengan ‘Alaqat. Lebih lanjut sayid qutbh[30]menjelaskan peralihan nuthfah menjadi ‘alaqat terjadi ketika sperma bercampur dengan ovum perempuan yang melekat pada dinding rahim. Yang pada mulanya nuthfah assoghiroh dan memperoleh makanan dari darah sang ibu. Sayid qutbh memberikan penafsiran ‘alaqat  segumpal darah (addam al-jamid) tersebut sebagai sesuatu yang melekat yang sesuai dengan sains modern.
3.    Tahap Al-Mudhgah
       Setelah tahap ‘alaqah  (sesuatu yang melekat) al-Qur’an menyebutkan bahwa kemudian setelah itu menjadi mudhgah (seperti daging yang dikunyah) sayid qutbh menjelaskan perpindahan dari ‘alaqah menjadi mudhgah terjadi disaat sesuatu yang melekat (al-mudhgah) berubah menjadi darah beku yang bercampur. Berikutnya adalah tampaklah tulang-belulang (ad’idham), lalu tulang belulang tersebut diselubingi daging segar, sebagaimana firman Allah. SWT :
segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging.[31]

Demikian proses perkembangbiakan janin yang dijelaskan dalam Al-quran, yang sudah tersingkap melalui sains modern.
4.    Tahap pemberian nyawa (nufikho Arruh)
       Setelah melalui proses tiga tahapan yang di dalam tafsir Al-Qurtubi disebutkan tiga bulan lamanya, pertumbuhan janin semakin sempurna dengan ditiupkannya ruh kedalamnya.[32]
         Sebagaimana hadis nabi yang diriwayatkan Al-Bukhori ibn Mas’ud bahwa setelah tahapan-tahapan perkembangbiakan janin dari Nuthfah setelah itu kemudian menjadi ‘alaqah dan menjadi mudhgah, kemudian disempurnakan dengan peniupan ruuh ke dalamnya. Ketika berbicara ruuh maka sesungguhnya hal tersebut yang tidak bisa diungkap oleh ilmu modern karena urusan ruh adalah urusan tuhan.
Dalam ilmu kedokteran, apapun indikasi dilakukannya aborsi, bukan tanpa resiko. Resiko yang dapat terjadi antara lain:
  1. Perdarahan
  2. Infeksi
  3. Perlengketan dalam rahim yang dapat mengganggu kehamilan berikutnya.
  4. Perforasi ( tembusnya ) dinding rahim selama tindakan.
Dapat  diduga jika tindakan aborsi tiu dilakukan tanpa indikasi medis dan oleh tenaga non medis (seperti dukun, atau si calon ibu sendiri) resiko di atas lebih berpeluang besar untuk terjadi.
       Berikut ini dikemukakan berbagai kasus hasil dari penelitian di Amerika Latin, yang dikumpulkan oleh Erik Eckholm.[33]
1.    Statistik dirumah sakit El-savador menunjukan bahwa 24% dari angka kematian di rumah sakit tersebut adalah akibat pengguguran yang tidak sah.
2.    Selama tahun 1980, separuh dari kematian yang ada hubungannya dengan kematian dengan kelahiran di Santiago chille akibat pengguguran janin yang tidak sah.
3.    Pada tahun 1964, sebuah penelitian di Cali (Kolumbia) menemukan bahwa komplikasi akibat dari pengguguran adalah faktor utama yang menyebabkan kematian dikalangan kaum wanita yang berumur 15-35 tahun.
4.    Di california pada tahun 1960, sebelum undang-undang pengguguran disahkan, komplikasi dari pengguguran itu tidak sah menyebabkan satu dari lima kematian yang berhubungan dengan kelahiran, dan ini umumnya terjadi dikalangan wanita berpenghasilan rendah.
       Data di atas merupakan fakta bahwa tindakan aborsi , oleh tenaga medik pun, dapat beresiko, bahkan dapat berimplikasi pada kematian, apalagi dengan cara yang dilakukan oleh dukun beranak atau dengan cara meminum obat dengan maksud untuk menggugurkan janin.



D. Aborsi Perspektif  Hukum Islam dan Undang-undang RI No. 36 Tentang kesehatan pasal 194 analisis studi kasus.
a.   Aborsi Perspektif Hukum Islam
       Manusia pada hakikatnya adalah mahluk yang fitrah[34] atau suci sejak ia dilahirkan ke dunia ini, dan pada bab sebelumnya telah diuraikan bagaimana proses terjadinya perkembangan janin sampai pada diberikan kepadanya ruh (jiwa), hingga ia terlahir ke dunia ini. Maka ketika sudah ada di dalam rahim ibu janin yang bersemayam, kewajiban setiap diri manusia tanpa terkecuali untuk menjaga keberlangsungan kehidupan janin tersebut.
        Tindakan seseorang yang melakukan pengguguran janin[35] seperti halnya diingatkan kembali pada zaman zahiliyah yaitu penguburan balita wanita hidup-hidup. Oleh karena itu diutusnya nabi dengan bertujuan untuk menyempurnakan akhlak manusia, sebagaimana Sabda Rosulullah SAW :
Sesungguhnya aku diutus melainkan untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.[36]Hadis tersebut menjelaskan mengenai akhlak manusia yang seharusnya sesuai dengan sifat-sifat fitrahnya, sehingga rosulullah diutus dengan maksud menyempurnakan akhlak manusia diantaranya terkait dengan hal pengguguran jaminan, yang dalam aspek hukum islam adalah bagian yang dilarang secara jelas, karena dengan aborsi tanpa alasan medis atau kebolehan menurut syara’ adalah bagian dari tindakan membunuh nyawa orang lain.Dalam hal pengguguran janin dilakukan sebelum atau sesudah di tiupkannya ruh ke dalam janin, maka disini para ulama berbeda pendapat mengenai kebolehan dan keharaman tindakan, namun para ulama sepakat jika pengguguran dilakukan setelah diberikannya ruh (nafhk al-ruh) kepada janin maka termasuk kategori pembunuhan (Aborsi Provocatus criminalis).
       Sedangkan jika pengguguran dilakukan sebelum dtiupkannya ruh ke dalam janin (Nafkh al-ruh) maka dalam hal ini terjadi perbedaan pendapat yang terdiri dari tiga golongan, yaitu :
       Pertama, golongan yang tidak memperbolehkan pengguguran janin pada setiap tahap pertumbuhan janin sebelum diberi nyawa (al-Nuthfah, ‘alaqah dan Mudhghat). Pendapat ini disepakati oleh sebagian ulama Hanafiah, Malikiah dan Al-Ghazali serta Ibn Al-Jauzi.[37]
        Kedua,golongan yang memperbolehkan pengguguran pada satu tahap dan melarang pada tahap-tahap yang lain. Atau melarang satu tahap dan memperbolehkan pada tahap-tahap lainnya, berikut ini uraiannya :
1.    Makruh pada tahap al-nuthfah dan haram pada tahap al-‘alaqah dan al-mudhghat.[38]
2.    Boleh pada tahap al-nuthfah dan haram pada tahap al-‘alaqah serta al-mudhghat.[39]
3.    Boleh pada tahap al-nuthfah dan al-‘alaqat tetapi haram pada tahap al-mudhghat.[40]
       Ketiga, golongan yang membolehkan pengguguran janin pada tiap tahap pertumbuhan janin sebelum pemberian nyawa (al-nuthfah, al’-alaqat dan al-mudhghat) inilahh pendapat yang kuat di kalangan ulama Hanafiah,[41] dengan mengemukakan beberapa alasan. Di antaranya :
1.    Setiap yang belum diberi nyawa tidak dapat dibangkitkan Allah pada hari kiamat. Setiap yang tidak dibangkitkan berarti keberadaannya tidak diperhitungkan. Dengan demikian tidak ada larangan untuk menggugurkannya.
2.    Janin sebelum diberi nyawa tidak tergolong sebagai manusia. Maka dengan demikian tidak ada larangan baginya, yang berarti boleh digugurkan.
       Setelah memperhatikan pendapat-pendapat beberapa ulama mengenai kebolehan dan keharaman dalam melakukan pengguguran janin sebelum atau sesudah diberikannya nyawa (nafkh al-ruh), maka kami lebih cenderung kepada pendapat yang pertama yang mengemukakan bahwa pengguguran janin adalah merupakan keharaman pada setiap tahapan pertumbuhan janin (nuthfah, ‘alaqat, dan mudhgah), hal ini sesuai firman Allah yang tidak boleh menentang kehendak-Nya dan merubah ciptaan-Nya. Sehingga perbuatan aborsi (aborsi provocatus criminalis) adalah sebuah keharaman dalam hukum islam yang kategorinya adalah tindak pidana (jarimat).
b.  Analisis kasus putusan No.38/Pid.Sus/2014/PN.Kdr perspektif pasal 194 undang-undang No. 36 Tahun 2009.
       Bahwa awalnya terdakwa Antonius telah berpacaran dengan saksi Fransiska Berek dan sudah sering melakukan hubungan badan seperti layaknya suami dan istri yang sudah menikah, dan dari hubungan tersebut akhirnya saksi Fransiska hamil, dan ketika usia kehamilan  masih 5 sampai dengan 6 bulan saksi Fransisca yang tidak pernah memeriksakan kandungannya ke dokter dan tetap melakukan hubungan badan dengan pacarnya dan pada hari rabu tanggal 4 Desember 2013 sekitar pukul 04.00 Wib saksi Fransiska yang pada saat itu berada di kos-kosan terdakwa yang berada di lingkungan Tirtoudan,  kelurahan Tosaren, kec. Pesantren, kota Kediri, mengeluh kesakitan dibagian perutnya selanjutnya pada pukul 08.00 Wib saksi Fransiska mengeluarkan darah/flek dan keesokan harinya kamis tanggal 06 Desember 2013 saksi fransiska mengeluh kesakitan dibagian perutnya dan dari kemaluannya mengeluarkan darah/flek dan sekitar pukul 21.00 Wib saksi fransiska masih berhubungan badan dengan terdakwa.    
       Selanjutnya pada hari jumat tanggal 06 Desember 2013 sekitar pukul 11.00 wib saksi Fransiska mengatakan bahwa janin yang ada dalam kandungannya tidak bergerak selanjutnya terdakwa membelikan obat berupa obat cytotex[42] yang dibelinya di toko obat tanpa resep dokter dengan maksud untuk menggugurkan kandungan[43] pacarnya, yaitu saksi Fransiska oleh terdakwa saksi Fransiska diberikan obat cytotex sebanyak 3 kali setiap 30 menit sekali dan diberikan pertama kali pada jam 03.30 wib. Yang dimasukan melalui kemaluan saksi Fransiska dengan harapan merangsang pembukaan untuk mengeluarkan bayi yang ada dalam kandungan saksi Fransiska, ternyata saksi Fransiska mengalami pendarahan dan kesakitan yang bertambah parah. Sehingga terdakwa memutuskan untuk membawa ke rumah sakit Gambiran, setelah sampai di RSUD Gambiran ternyata saksi Fransiska sudah mengalami pembukaan sehingga oleh saksi Dwi Ipril dan dr.Pangestuningtyas dibantu melakukan proses kelahiran dan ternyata bayi yang dilahirkan dalam kondisi sudah meninggal dunia[44] dan dalam keadaan lebam-lebam di bagian kepada dan perut membesar,  terdapat kulit yang mengelupas dibagian kepala kaki dan tangan.
       Bahwa terdakwa dengan sengaja melakukan aborsi dan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 ayat (2).[45]oleh karena itu jaksa penuntut umum menuntut dengan ancaman sebagaimana dalam pasal 53 ayat (1) KUHP jo Undang-undang RI No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Berdasarkan barang bukti yang ada yaitu :[46]
1.    Satu buah plastik flip warna merah
2.    Satu buah kantong plastik bertuliskan ELIZABET “E”
3.    Empat potong celana dalam terdapat terdapat bercak darah
4.    Satu pasang sarung tangan plastik
5.    Tissu terdapat bekas bercak darah
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hakim berpendapat bahwa terdakwa dengan sengaja menyuruh saksi Fransiska Berek yang sedang hamil untuk mengkonsumsi obat Cytotex, padahal sebelumnya terdakwa telah mengetahui bahwa obat cytotex dapat merangsang/menimbulkan kontraksi uterus/rahim. Maksud terdakwa menyuruh saksi Fransiska Berek minum obat cytotex tersebut adalah untuk mengeluarkan janin[47] dalam kandungan saksi Fransiska agar nyawa saksi Fransiska selamat, namun ternyata perbuatan terdakwa tersebut tidak memenuhi ketentuan syarat-syarat indikasi kedaruratan medis yang sesuai dengan pasal 75 ayat 2 dan terdakwa tidak berhak melakukan tindakan aborsi karena terdakwa bukanlah tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri.
       Oleh karena unsur dalam pasal 194 undang-undang RI No.36  Tahun 2009 tentang kesehatan telah terpenuhi, maka terdakwa haruslah dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana “tanpa hak dengan sengaja melakukan aborsi yang tidak sesuai dengan indikasi kedaruratan medis” sebagaimana didakwakan dalam dakwaan primer dengan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan dan denda sejumlah Rp.500.000,-.
       Menurut pendapat penulis meski unsur-unsur dalam pasal 194 undang-undang No.36 tahun 2009 tentang kesehatan telah terpenuhi namun hakim tidak begitu berat memberikan hukuman, akan tetapi bisa kami pahami karena hakim memandang berdasarkan bukti-bukti dipersidangan dan pertimbangan subyektif [48]hakim terhadap kasus tersebut.

D.    Penutup

Kesimpulan
Pertama, Aborsi merupakan upaya mengakhiri kehamilan dengan pengguguran janin
Kedua, Perspektif hukum islam terhadap aborsi diharamkan baik sebelum atau sesudah diberikannya nyawa (nafkh al-ruh), kecuali dalam keadaan yang diperbolehkan syara (dharurat).
Ketiga, Perektif  pasal 194 undang-undang No.36 tahun 2009 tentang kesehatan Jika aborsi tanpa hak dengan sengaja melakukan aborsi yang tidak sesuai dengan indikasi kedaruratan medis
Saran,
Pertama, Aborsi merupakan kategori pembunuhan jika tidak dengan alasan kedaruratan medis
Kedua, Majelis Ulama Indonesia menekankan fatwa mengenai keharaman dalam aborsi
Ketiga, pengadilan dalam hal ini memberikan hukuman yang berat untuk pelaku aborsi

Daftar Pustaka


Buku

Ahmad Tafsir, Filsafat ilmu Mengurai Ontologi, Epistimologi dan Aksiologi
pengetahuan, Cet ke-7, Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2013.
Ahkyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu Klasik Hingga Kotemporer, Cet ke-1, Jakarta :Rajawali Pers, 2014
Al-Thariqi, Abdullah bin Abd. Mukhsin, Tandhim al-Nasl wa Mauqif, Al-syariat
al-islamiyyat minh, Riyadh, 1983.
Abd. Shomad,Hukum Islam Penormaan PrinsipSyariah Dalam Hukum Indonesia,
Cet ke-2, Jakarta: kharisma Putra Utama, 2012.
Al Bukhori, Shahih al-Bukhori, jilid II, Istanbul : al maktabahal Islami”.
Abdullah bin abd al-Mukhsin al-Thariqi, Tandhim al-Nasl wa Mauqif al-Syariat
          al-Islamiyyat minh, Riyadh : 1983.
Al hamman, Fath al-Qadir, juz X, Mesir, Marhba’at at Musthafa al-Halabi, 1970.
Abidin, Ibn Hasyiyat Ibn ‘Abidin juz 1-3, Mesir : Mustafa al-Babi al-Halabi,
1966.
Chuzaimah T.Yanggo dan HA.Hafiz Anshary AZ, Problematika Hukum Islam
Kotemporer, Cet ke-5,  Jakarta : Pustaka Firdaus, 2008.
Erik Eckholm dan Kathleen Newlan, Wanita Kesehatan dan Keluarga Berencana, terjemahan : Masri Maris dan Ny. Sukarto, jakarta : Penerbit Sinar  
            Harapan
Ensiklopedi indonesia 1, Aborsi, Jakarta : Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1980.
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat ilmu Sebuah Pengantar populer, Cet ke-17,
Jakarta: 2003.
Kitab Undang-undang Hukum Pidana
Lamintang, Delik-Delik Khusus Kejahatan Terhadap Nyawa, Tubuh dan
Kesehatan serta Kejahatan yang Membahayakan bagi Nyawa Tubuh dan
Kesehatan, 1985
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyyah, Jakarta : CV. Haji Masasung, 1989.
Muhammad Abu Zahrah, Ushul Al-Fiqh, (Cairo, Dar al-Fikr al-‘Arabi,tt.)
Maurice Bucaille, Bibel, Qur’an dan Sains Modern, alih bahasa A.M Rasjidi,
           Jakarta : Bulan bintang, 1979
Sayid Quthb, Fi Dhilal Qur’an, Mujallad IV
Wahbah Azzuhaili, Nadhariyyat al-Dharurat al-Syar’iyyat (Beirut : Mussasat al-
           Risalat, 1979
Undang-undang Republik  Indonesia No. 39 Tentang Kesehatan
Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 tahun 1981 Tentang  Hukum Acara
Pidana


Makalah

Media Masa dan  Internet

Peraturan Dasar dan Peraturan Perundang-undangan




[1] Pemahaman sains netral sebenarnya telah melawan atau menyimpang dari maksud penciptaan sains itu sendiri, tadinya sains dibuat untuk membantu manusia dalam menghadapi kesulitan hidupnya. Paham ini sebenarnya telah bermakna bahwa sains itu tidak netral atau tidak bebas nilai, sains memihak pada kegunaan membantu manusia menyelesaikan kesulitan yang dihadapi oleh manusia. Sementara itu pahan sains netral akan memberikan tambahan kesulitan bagi manusia, kata kuncinya terletak pada tataran aksiologi sains, yaitu ketika peneliti akan membuat suatu teori sebenarnya ia sudah berniat untuk menyelesaikan suatu masalah dalam kehidupan manusia. Namun dalam penciptaannya bisa menimbulkan masalah karena ia menganut sains netral. Lihat Ahmad Tafsir, Filsafat ilmu Mengurai Ontologi, Epistimologi dan Aksiologi pengetahuan, Cet ke-7, Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2013. Hlm. 48.
[2] Landasan epistimologi metode ilmiah yang berupa gabungan logika deduktif dan logika induktif dengan pengajuan hipotesis atau yang disebut dengan logico-hypotetico-verifikasi dan landasan aksiologi kemaslahatan manusia artinya segenap wujud ketahuan itu secara moral ditujukan untuk kebaikan manusia. lihat Jujun S. Suriasumantri, Filsafat ilmu Sebuah Pengantar populer, Cet ke-17, Jakart, 2003.Hlm. 294.


[3] Teknologi adalah penerapan dari pengetahun ilmiah (natural science) pengertian ini adalah pengertian teknologi yang paling banyak dilakukan berbagai lingkup kehidupan, bunge menyatakan bahwa teknologi adalah ilmu terapan yang dipilahnya menjadi empat cabang, yakni teknologi fisik (misal teknik mesin dan teknik sipil), teknologi biologis (farmakologi), teknologi sosial (riset operasi), teknologi pikir (ilmu komputer), Feibleman memandang teknologi sebagai pertengahan antara ilmu murni dan ilmu terapan, atau merujuk pada makna teknologi sebagai keahlian. Lihat Ridjaluddin, Filsafat ilmu, Cet ke-2, Gaung Persada Press, Jakarta, 2013.Hlm,105.
[4] Ibid.,.Hlm,105.
[5] Fiqh itu bermakna paham dan ilmu. Akan tetapi urf ulama telah menjadikan suatu ilmu yang menerangkan hukum-hukum syara’tertentu bagi perbuatan-perbuatan para mukallaf, seperti wajib, haram, mubah, sunah, makruh, sahih, fasid, batil, qhada dan ada yang sepertinya. Abd. Shomad,Hukum Islam Penormaan PrinsipSyariah Dalam Hukum Indonesia, Cet ke-2, kharisma Putra Utama, Jakarta, 2012.Hlm.,26.
[6]Istilah epistimologi pertama kali digunakan oleh J.F.Ferrier pada tahun 1854 untuk membedakannya dengan cabang filsafat lainnya yaitu ontology, secara kebahasaan istilah epistimologi berasal dari yunani yakni epistime dan logos. Jika kata yang pertama disebutkan berarti pengetahuan (knowledge), maka yang belakangan disebutkan berarti ilmu atau teori (theory). Jadi, jika melihat dari silsilah kebahasaan tersebut, epistimologi dapat dimengerti sebagai teori pengetahuan (theory of knowledge). Ahkyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu Klasik Hingga Kotemporer, Cet ke-1, : Rajawali Pers, Jakarta, 2014, Hlm.31.


[7] Muhammad Abu Zahrah, Ushul Al-Fiqh, (Cairo, Dar al-Fikr al-‘Arabi,tt.) Hlm.220.
[8] Pasal 53 ayat (1) KUHP jo pasal 194 Undang-undang Republik Indonesia, No.36 Tentang Kesehatan menganjam aborsi sebagai tindak pidana.

[9] Kekhawatiran terhadap kefakiran, banyak manusia lupa dan tidak berfikir secara mendalam maksud dan tujuan ayat-ayat Al-qur’an sebagai petunjuk terutama hal yang berkaitan dengan rezeki bahwa Allah lah yang memberikan rezeki, bahwa kewajiban manusia adalah menjemput rizeki tersebut untuk kita meraihnya dan setelah itu tawakkal dan bersyukur. Sebagaimana firman Allah. SWT“janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena khawatir akan lapar, kami yang akan memberi rezeki mereka dan juga rezeki kamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah dosa besar” (QS.Al-Isra :31)
[10] Erik Eckholm dan Kathleen Newlan, Wanita Kesehatan dan Keluarga Berencana, terjemahan : Masri Maris dan Ny. Sukarto, Penerbit Sinar Harapan, jakarta, Hlm. 26.
[11] UU No.36 tahun 2009, tentang kesehatan , pasal 75 ayat 2 menjelaskan perkecualian larangan aborsi, dan pada ayat 3 dan 4 menjelaskan “syarat” dibolehkannya ayat 2.
[12] Undang-undang No.36 Tahun 2009 Tentang kesehatan, pada pasal 75 ayat (2) yaitu : a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam ibu atau janin, yang mempunyai penyakit genetik berat dan atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki, sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat mengakibatkan trauma psikologis bagi korban perkoasaan.
[13] Morris. L. Cohen & Kent C. Olson, Legal Research. (West Publishing Company, st. Paul, Minn. 1992). Hlm. 1.
[14] Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Cet ke-9 (Kencana Prenadamedia Group, Jakarta: 2014) Hlm. 60.
[15] Menurut Black’s Law Dictionary “legal research” diartikan sebagai:
a.    The finding and assambling of authorities that bear on a questions of law.
b.    The field of study concerned with the effective marshalling of authorities that bear on a questions of law.
[16] Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Op.,Cit. Hlm. 37.

[17] Ensiklopedi indonesia 1, Aborsi, Jakarta : Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1980, Hlm. 60.
[18] Abdullah bin abd al-Mukhsin al-Thariqi, Tandhim al-Nasl wa Mauqif al-Syariat al-Islamiyyat minh, Riyadh : 1983, Hlm. 165.
[19] Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyyah, Jakarta : CV. Haji Masasung, 1989, Hlm. 74.
[20] Pada tahun 1996 Republik Tunisia mengeluarkan undang-undang yang memperbolehkan pengguguran kandungan setelah anak kelima, dan kelima anak tersebut masih hidup, meskipun undang-undang ini dianggap mengesampingkan hadis nabi yang menganjurkan laki-laki untuk menikahi wanita subur dan kegembiraan dengan banyaknya ummat. Lihat Thariqi.,Op.Cit, hlm. 176. Di antara negara Islam yang memperbolehkan pengguguran untuk memelihara keselamatan janin atau menghindari kelahiran janin dalam keadaan cacat adalah Republik Turki. Lihat Thariqi.,Op.Cit, Hlm. 169.
[21] Erik Eckholm dan Kathleen Newlan,Op.,Cit, Hlm.26-27.
[22] Chuzaimah T.Yanggo dan HA.Hafiz Anshary AZ, Problematika Hukum Islam Kotemporer, Cet ke-5, Pustaka Firdaus, Jakarta, 2008., Hlm.131.

[23] Dalam hal ini para fuqoha menetapkan syarat-syarat dharurat sebagai berikut :
a.    Dharurat ini segera terjadi dan tidak dapat ditangguhkan (qaimat la’muntadharat)
b.    Sudah jelas (tetap) bagi yang madharat (al-muththarri) untuk menyalahi larangan syara
c.     Dharurat itu dikhawatirkan dapat membahayakan jiwa dan anggota.
d.    Pelaksanaan dharurat hanya terbatas pada batasan minimal (al had al-adna) karena membolehkan yang haram adalah dharurat dan dharurat itu ditentukan menurut kadarnya sehinggaa tidak dibolehkan untuk memotong rahim seluruhnya.
e.    Bahaya yang di khawatirkan berkaitan dengan wujud kehamilan, dalam arti mungkin menolak kemadharatan dengan cara lain yang diperbolehkan. Wahbah Azzuhaili, Nadhariyyat al-Dharurat al-Syar’iyyat (Beirut : Mussasat al-Risalat, 1979. Hlm. 68.
[24] Masjfuk Zuhdi, Islam dan Keluarga Berencana di Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya,1986, Hlm. 39.
[25] QS. Al-Mu’minuun (23:12-14)
[26] Sayid Quthb, Fi Dhilal Qur’an, Mujallad IV, hlm. 14-15.

[27] Chuzaimah T.Yanggo dan HA.Hafiz Anshary AZ, Problematika Hukum Islam Kotemporer,Op.,Cit. Hlm, 135.
[28] QS.Al-Qiyamah (75:37)
[29] Maurice Bucaille, Mengatakan bahwa pengetahuan seperti ini hanya baru diperoleh pada zaman modern, Maurice Bucaille, Bibel, Qur’an dan Sains Modern, alih bahasa A.M Rasjidi, : Bulan bintang, Jakarta, 1979,Hlm. 296.
[30] Sayid Quthb,Op.,Cit. Hlm.16.
[31] QS. Al-Mu’minuun (23:14)
[32] Setiap kamu dikumpulkan dalam rahim ibumu selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi sesuatu yang melekat juga dalam masa waktu empat puluh hari, kemudian berubah menjadi gumpalan daging juga dalam waktu empat puluh hari. Setelah itu Allah mengutus malaikat untuk melengkapi empat hal, yaitu ajal, mati, sengsara dan bahagia, barulah setelah itu ditiupkan kepadanya ruuh (HR.Al-bukhiri dan Ibn Mas’ud)
[33] Erik Eckholm dan Kathleen Newlan,Op.,Cit, Hlm.27.
[34] Kata fitrah merujuk pada hadis “sungguh telah kami muliakan manusia (bani adam) lalu kami mudahkan baginya di darat dan di laut” kata fitrah di atas menujuk kepada dua maksud yaitu dasar pembawaan manusia adalah religius dan monoteis, artinya bahwa manusia pada dasarnya mahluk yang beragama dan percaya pada keesaan Allah.lihat Chuzaimah T.Yanggo dan HA.Hafiz Anshary AZ, Problematika Hukum Islam Kotemporer, Op,Cit.,Hlm.137.
“(ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",(QS. Al-A’raf, 7:72)
[35] Ibn al-Hamman mengatakan bahwa sperma dalam rahim akan menjadi hidup selama tidak dibinaskan. Oleh karena itu, ia dianggap seperti orang hidup dalam hal wajib denda bila ia dibinasakan. Sebagaimana merusak binatang (baidh al-shaid) bagi orang-orang yang mengerjakan ihram, dianggap sama dengan membinasakan buruan itu sendiri dalam hal wajib sangsi (al-jaza’) lihat Ibn. Al hamman, Fath al-Qadir, juz X, (Mesir, Marhba’at at Musthafa al-Halabi ) Hlm. 300-301.
[36]Al-Bukhari, Shahih al-Bukhori juz II, Istanbul : al maktabah “al Islami.Hlm.152.
[37] Mereka mengemukakan beberapa hadis sebagai alasan (dalil) dalam mengemukakan pendapatnya diantarannya hadis “sesungguhnya Allah. SWT jika ingin menciptakan seorang manusia maka ia mempertemukan seorang laki-laki dan seorang perempuan yang kemudian akan memancar sperma setiap pembuluh dan anggotanya, jika sudah sampai pada hari ke tujuh, Allah SWT menghimpunnya lalu mendatangkan pada setiap pembuluhnya, kecuali penciptaan Adam (HR.Thabrani) hadis ini menunjukan bahwa tahap penciptaan janin dan pembentukan manusia berawal dari sperma (al-nuthfah) dan ovum, kalau sudah pembentukannya pada tahap ini maka menggugurkannya adalah sesuatu yang tidak diperbolehkan.Lihat Thariqi.,Op.Cit, Hlm. 201
[38] Dalam disebutkan “ada yang mengatakan nahwa makruh mengeluarkan (menggugurkan janin) sebelum melewati masa empat puluh hari, artinya pada tahap ‘nuthfah. hasyiyah al-Dusuki juz 2 hlm.311 kemudian “ada pula pada masa pemberian nyawa (nafkh-al-ruh) dan sesudahnya sampai kelahiran, tidak diragukan lagi tentang keharamannya. Sedangkan sebelum (diberi nyawa) tidak disebutkan bahwa itu berbeda dengan yang pertama (hayat nafk-al ruh), tetapi ia mungkin untuk tanzih dan tahrim, namun tuntuk keharaman lebih kuat karena ia lebih dekat dengan masa pemberian nyawa dan termasuk pada kejahatan.  Lihat nihayat al-muhtaj juz 8, Hlm. 240. 
[39] Dalam ghayat al-muntaha disebutkan “boleh bagi seorang perempuan meminum obat guna menggugurkan nuthfah, tetapi tidak diperbolehkan untuk menggugurkan ‘alaqah.
[40] Al karabisi berkata : saya menanyakan kepada Abu Bakr in Abi sa’id Al-Furati tentang seorang laki-laki yang memberi minuman kepada jariyatnya guna menggugurkan kandungannya, maka Al-furati menjawab: selama janin itu masih berupa nuthfah atau ‘alaqat, maka tidak ada halangan dalam masalah itu. Lihat Nihayat, al-Muhtaj juz. 8. Hlm. 239.
[41] Ibn Abidin, Hasyiyat ibn ‘Abidin juz 1, Loc.Cit. Hlm. 176.
[42] Menurut G.S Heru Tribawono, SpOG, merenangkan dalam kesaksiannya sebagai saksi ahli bahwa ¼ dari satu tablet (50 mikrogram) dan aturan pemberiannya yang diberikan setiap 6 jam samai dengan 12 jam sekali dengan maksimal dua kali sampai empat kali pemberian, oleh sebab itu pemberian obat cytotex oleh terdakwa kepada saksi fransiska tidak sesuai dengan aturan pakai mengakibatkan saksi fransiska mengalami pembukaan kandungan dan melahirkan sebelum waktunya.
[43] Berdasarkan saksi ahli pidana Prof. Maruchin Ruba’i, SH, mengatakan tindakan terdakwa memberikan obat cytotex dengan maksud untuk menggugurkan kandungan adalah upaya aborsi yang diancam dengan hukuman pidana. KUHP pasal 229 empat tahun penjara atau denda paling banyak empat ribu rupiah, diancam bagi mereka yang secara sengaja mengobati seseorang wanita dan menyuruhnya supaya diobati dengan maksud pengguguran kehamilan. Pasal 346 empat tahun penjara bagi wanita yang dengan sengaja menggugurkan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu. Pasal 348 ayat 1 lima tahun enam bulan penjara bagi mereka yang dengan sengaja menggugurkan kandungan atau mematikan seorang wanita atas persetujuannya. Pasal 347 ayat 1 Dua belas tahun penjara barang siapa yang dengan sengaja menggugurkan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya. Ayat 2 bila perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, maka ancaman hukumannya adalah lima belas tahun penjara.

[45] Undang-undang No.36 Tahun 2009 Tentang kesehatan, pada pasal 75 ayat (2) yaitu : setiap orang dilarang melakukan aborsi dapat dikecualikan berdasarkan  a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam ibu atau janin, yang mempunyai penyakit genetik berat dan atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki, sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat mengakibatkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.

[46] Menurut ketentuan pasal 181 ayat (1) KUHAP telah dilakukan penyitaan secara sah menurut hukum dan setelah diteliti oleh majelis hakim kemudian diperlihatkan kepada para saksi dan terdakwa, sehingga keberadaanya dapat diterima sebagai barang bukti yang sah dalam perkara ini.
[47] Prof. Simon mengemukakan perbuatan yang menyebabkan matinya janin yang berada dalam kandungan telah dipandang sebagai suatu “afdrijving” atau suatu aborsi, lihat Lamintang, Delik-Delik Khusus Kejahatan Terhadap Nyawa, Tubuh dan Kesehatan serta Kejahatan yang Membahayakan bagi Nyawa Tubuh dan Kesehatan, 1985. Hlm.76.

[48] Pertimbangan sukyektif yang dimaksud adalah hal-hal yang meringankan terdakwa yaitu : Terdakwa kooperatif dalam persidangan, terdakwa tidak pernah berurusan dengan hukum sebelumnya, terdakwa merasa bersalah ,menyesali perbuatannya dan dan berjanji tidak akan mengulanginya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar