PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BERKONTRAK PADA AKAD
PEMBIAYAAN PERBANKAN SYARIAH PERSPEKTIF TEORI HUKUM EKONOMI ISLAM
Taufik Kurrohman
E-mail: taufik.qman@yahoo.com
ABSTRAK
Penelitian ini
menjelaskan Asas Keseimbangan berkontrak dalam Produk perjanjian adalah ruh
dari adanya keadilan, akan tetapi pada faktanya kenapa perjanjian yang ada
dalam perjanjian perbankan syariah masih berbentuk kontrak (standart) yang mempunyai kecendrungan
hilangnya makna kesamaan (Al-Musawah), keseimbangan dan adil (Al-Adalah).
Tatanan praktis perjanjian di dunia perbankan menunjukan fenomena
ketidakseimbangan dapat dilihat dari berbagai klausul kontrak-kontrak konsumen,
yang di dalamnya terdapat klausul-klausul yang memberatkan debitur. Dalam
Penelitian ini, metode yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dan
emperis. Penelitian menemukan bahwa perjanjian yang berbentuk standart kontrak
adalah perjanjian yang tidak memenuhi asas keseimbangan berkontrak. Penelitian
ini juga menemukan kiranya perlu untuk diterapkan mekanisme kontrak yang
berimbang dari pra akad, pelaksanaan akad dan setelah akad berjalan termasuk
jika terjadi sengketa perdata dalam perjanjian tersebut.
Kata Kunci: Keseimbangan berkontrak, Perjanjian Perbankan
Syariah,
Hukum Ekonomi Islam.
______________________________________________________
A. Pendahuluan
Al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber hukum utama syariah Islam, dengan
sendirinya menjadi inheren di dalam
sistem sumber hukum dasar nasional. Salah satu diantara prinsip dasar kontrak
perbankan syariah adalah mengharamkan konsep bunga,[1]
ribawi, perjudian dan untung-untungan (maisir) dan ketidakpastian risiko
(gharar). Salah satu bagian yang terpenting dalam kontrak atau akad[2]
pada dasarnya adalah adanya perbedaan kepentingan para pihak. Lalu dari
perbedaaan kepentingan tersebut dibuatkan dalam bentuk suatu kontrak yang
mengikat para pihak.
Dalam akad perbankan syariah menurut penulis
kepastian dan keadilan akan tercapai jika perjanjian bersifat berimbang,
artinya mempunyai kedudukan yang seimbang dalam hal memilih klausul-klausul
kontrak yang bersifat memberatkan debitur. Misalnnya dalam hal memilih
pengadilan tempat mengajukan upaya hukum jika terjadi sengketa, dalam hal ini
debitur berada pada pihak yang menerima klausul tersebut karena sudah berbentuk
klausus standart kontrak.sehingga para pihak dalam hal ini debitur berada pada
posisi yang dilemahkan dalam memilih. Tujuan adanya keseimbangan dalam
berkontrak adalah debitur dan kreditur mempunyai kedudukan yang sama (Al-Musawah)[3]
dalam menentukan isi kontrak.[4]
oleh
karena itu debitur dalam hal ini mempunyai bargaining position yang
lemah akan menerima isi kontrak dalam keadaan terpaksa.[5]meskipun
adanya kewajiban Dewan Pengawas Syariah dalam operasional Perbankan Syariah[6]seharusnya
memahami hal ini. Tatanan praktis perjanjian di lingkungan perbankan menunjukan
fenomena ketidakseimbangan dapat dilihat dari berbagai klausul kontrak-kontrak
konsumen, yang di dalamnya terdapat klausul-klausul yang memberatkan debitur.[7]dalam
hal kontrak ijarah muntahiya bittamlik (sewa beli) misalnya terdapat
klausul yang berisi kewajiban pembayaran seluruhnya dan seketika apabila
pembeli sewa menunggak dua kali berturut-turut, atau dalam kontrak jual beli
yang mencantumkan klausul barang yang sudah dibeli tidak bisa dikembalikan atau
ditukar.[8]
Dengan
demikian penomena kontrak standart dalam perjanjian pada perbankan syariah yang
bernilai keseimbangan kiranya perlu untuk menjadi bagian yang harus difikirkan
oleh yuris ekonomi Islam, sehingga klausul kontrak tersebut memenuhi asas
keadilan sebagaimana tujuan disyariatkannya ekonomi Islam. Keterpaduan
asas-asas yang berada dalam suatu kontrak yang saling terkait satu sama lain
kiranya perlu dikaji lebih dalam, sehingga menghasilkan kontrak yang
substansinya melindungi para pihak pada kerugian nilai (value) atau
materi.
B. Permasalahan
Berdasarkan
latar belakang yang telah diuraikan tersebut, pokok permasalahan dalam tulisan ini adalah pertama,
bagaimana konsep kontrak yang memenuhi asas keseimbangan berkontrak; kedua,
bagaimana penerapan asas keseimbangan berkontrak dalam akad pembiayaan
persfektif teori hukum ekonomi Islam ?
C. Tujuan
dan Kegunaan Penelitian
Berdasarkan
pokok permasalahan tersebut maka tujuan penulisan ini adalah pada aspekteoritis,
pada penelitian ini diharapkan sebagai bagian dari pengembangan penerapan
asas-asas hukum dalam bidang hubungan akad para pihak, khususnya pada asas-asas
hukum kontrak yang menjadi landasan terjadinya pertukaran kepentingan dan
timbulnya hak dan kewajiban yang mengikat mereka. Pada aspek praktis seyogyanya
keseimbangan berkontrak dijadikan landasan dalam menerapkan klausul-klausul
kontrak pada perbankan syariah.
D. Metode Penelitian
Menurut
Morris L. Cohen, Legal Research is the process of finding the laws that
governs activities in human society”[9]
dan menurut Peter Mahmud Marzuki[10]
penelitian hukum (legal research)[11]
merupakan suatu proses ilmiah untuk mencari pemecahan atau isu hukum yang
muncul dengan tujuan untuk memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogyanya
atau isu hukum yang muncul tersebut. Selanjutmya berdasarkan beberapa pandangan
dan pengertian yang dikemukakan beberapa penulis antara lain Morris L. Cohen,
Enid Campbell, Lan McLeod, Terry Hutchinson, Jan Gijssels dan Mark van Hoecke.[12]
Pendekatan koseptual (Conseptual
approach) berdasar dari pendapat ahli (doktrin) yang terkait dengan materi
hukum kontrak/akad, Pendekatan undang-undang (statute approach) terutama
difokuskan pada ketentuan kontrak BW dan Undang-undang serta peraturan Bank
Indonesia mengenai Perbankan Syariah, Pendekatan kasus (case approach)
dilakukan dalam menganalisis kasus-kasus wanprestasi yang terjadi pada
perbankan syariah dan diputus oleh pengadilan, sedangkan Pendekatan
perbandingan (comparative appraoch) sebagai bagian pendekatan pelengkap
komparasi hukum nasional dan hukum islam dalam transaksi kontrak/akad perbankan
syariah. Perbandingan dilakukan terhadap :
(i) Niuw
Burgerlijk Wetboek (NBW) dengan pertimbangan pada aspek historis mapun
perkembangan BW belanda baru yang lebih visioner dengan kondisi perkembangan
zaman. (ii) AAOFI, Accounting and Auditing and Governance standars for
Islamic FinansialInstitution (Accounting and Auditing Organization for
IslamicFinancial Institution (iii) KHES (kompilasi Hukum Ekonomi Syariah).
Melalui pendekatan tersebut diharapkan dapat menemukan suatu konsep akad yang
berimbang dan berkeadilan dalam perjanjian akad pembiayaan perbankan syariah.
E. Pembahasan
A. Kerangka Konseptual Asas
Keseimbangan Berkontrak
Landasan teori yang sangat pundamental
dalam syariah adalah Al- Quran dan Hadis, ijma para sahabat dan ijtihad para
ulama. Berkaitan dengan akad pertukaran kepentingan seringkali terdapat
persoalan berkaitan dengan penyerahan objek akad dan keseimbangan berkontrak (equal),[13]
Kontrak-kontrak ini secara “sunnatullah” (by the nature) atau
dalam praktik kebiasaan (lex mercatoria)[14]
menawarkan return yang tetap dan pasti. Jadi sifatnya fixed and
predetermined. Hubungan kontrak antara para pihak pada hakikatnya
berdasarkan hukum yang hidup di tengah masyarakat, namun secara substansial
tidak dalam berbentuk konsep yang jelas.
Peradaban manusia dari waktu ke waktu
yang bersifat dinamis menuntut adanya perubahan, salah satu aspek yang
mempengaruhi perubahan tersebut adalah kebutuhan konsep di dalam melakukan
transaksi, oleh karena itu terciptalah suatu konsep kontrak yang berdasar baik
dari sumber budaya maupun sumber
Al-qur’an.
Bagian dari
dasar kontrak sebagai tujuan dari maqashid assyariah adalah tercantum
dalam Al-Qur’an bahwa semua kontrak atau akad[15]
haruslah dinyatakan secara hitam putih, yang menyatakan:
“......dan
janganlah kamu jemu menulis utang itu, baik kecil maupun besar sampai batas
waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih
menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan)
keraguanmu..... (QS. al-Baqarah {2} 282).
Kata kontrak yang dimaksud ialah terjemahan dari kata ‘uqud[16]
bentuk jama dari kata akad yang berarti mengikat, perjanjian atau kontrak. kata
“akad” secara terminologi fiqih adalah perikatan antara ijab (penawaran)
dengan kabul.Implikasi dari adanya kontrak tersebut adalah ikatan antara
para pihak yang terdapat dalam premis mayor dan premis minor pada suatu kontrak
perjanjian. Oleh karenanya suatu hal yang mendasar jika kita melakukan suatu
kontrak hendaklah dibaca secara seksama terlebih dahulu untuk menghindari
kesalah pahaman dikemudian hari yang pada akhirnya dapat merugikan para pihak.
Memahami isi
kontrak merupakan suatu keniscayaan, dan adanya keseimbangan dalam berkontrak
menurut hemat penulis juga merupakan suatu hal yang penting dalam perjanjian
pada perbankan syariah, karena dalam konsepsi hukum Islam suatu akad berbicara
nilai (value).
B. Hubungan
Hukum Perbankan Syariah Dengan Nasabah Keabsahan Akad dan Berakhirnya Hubungan
Penerapan hukum
syariah dalam konteks hukum positif sebagai sumber hukum dasar nasional[17]
dapat diwujudkan dalam operasioal perbankan syariah, sebagaimana pada umumnya
setiap transaksi antara bank syariah dengan nasabah, terutama yang berbentuk
pemberian fasilitas pembiayaan, secara legal formal dituangkan dalam surat
perjanjian kredit (letter of offer). [18]Dengan
demikian para pihak yang melakukan perbuatan hukum, yaitu antara bank syariah
dengan nasabah, dapat memasukan aspek-aspek syariah dalam konteks hukum positif indonesia sesuai
dengan kesepakatan kedua belah pihak akan tetapi tidak mengurangi aspek
syariahnya. Asas kebebasan berkontrak ini harus memenuhi syarat sahnya suatu
perjanjian, baik menurut syariah maupun KUH perdata pasal 1320, yaitu:
Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri, Kecakapan untuk membuat suatu
perikatan, Mengenai suatu pokok perjanjian tertentu dan Mengenai suatu sebab
yang tidak dilarang.
Dengan
kata lain, jika bank syariah dan nasabah membuat perjanjian yang bentuk
formalnya didasarkan pada pasal 1320 KUH perdata dan pasal 1338 KUH perdata,
tapi isi materi atau substansinya didasarkan atas ketentuan syariah, maka
perjanjian tersebut dapat dikatakan sah, baik dipandang dari sisi hukum positif
maupun dari sisi syariah.[19]Pada
pratiknya, penyusunan suatu perjanjian antara bank syariah dengan nasabah, dari
sisi hukum positif, selain mengacu pada KUH Perdata, juga harus merujuk pada
Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang No. 7 Tahun
1992 Tentang Perbankan dan Undang-undang No. 21 Tahun 2008 Tentang perbankan
Syariah, sehingga dari sisi syariah para pihak tersebut berpedoman pada
fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis ulama Indonesia.[20]
Dengan demikian jika suatu perjanjian atau
kandungan isi akad dianggap batal demi hukum maka konsekuensi hukumnya adalah
bahwa perjanjian tersebut dianggap tidak tidak pernah ada. Menurut asas
kebebasan berkontrak (freedom
of contract) yang
dianut dalam hukum perjanjian yang diatur dalam KUH perdata, para pihak dalam
suatu perjanjian memiliki kebebasan untuk membuat perjanjian dengan
syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan
(isi perjanjian) berupa apapun yang diinginkan dan disepakati oleh para
pihak tersebut. Akan tetapi, asas kebebasan berkontrak tersebut bukan tanpa
batas. Salah satu yang membatasi asas tersebut adalah undang-undang.
Dalam transaksi akad lazim dikenal dengan istilah fasakh atau pemutusan kontrak yang dimaksud dengan fasakh di sini adalah “melepaskan ikatan akad” atau
“menghilangkan atau menghapuskan hukum akad secara keseluruhan seakan-akan akad
tidak pernah terjadi” dengan fasakh, para pihak yang berakad kembali kepada status
semula sebelum akad terjadi baik fasakh itu terjadi karena atas dasar kerelaan (al-taradhi) maupun fasakh itu terjadi atas dasar putusan hakim
(al-qadhai).[21]Fasakh bisa terjadi dalam satu kondisi tertentu misalnya
dikatakan fasakh itu wajib jika menghormati ketentuan syariah,
melindungi kepentingan umum maupun khusus, menghilangkan dharar (bahaya atau kerugian), dan menghindarkan
perselisihan akibat pelanggaran terhadap syarat-syarat yang ditetapkan oleh
syariah. Sedangkan fasakh yang jaiz jika dilakukan berdasarkan atas kerelaan para
pihak untuk mengakhiri akad.
Berakhirnya akad menurut hukum Islam, akad berakhir
karena sebab-sebab terpenuhinya tujuan akad (tashiq
gharadh al-‘aqd), pemutusan
akad (fasakh), putus dengan sendirinya(infisakh), kematian, dan tidak memperoleh izin dari pihak
yang memiliki kewenangan dalam akad[22].
C. Analisis Penerapan Asas Keseimbangan Berkontrak
Dalam Akad Pembiayaan Perbankan Syariah Perspektif Teori Hukum Ekonomi Islam
Di Indonesia praktik fiqih muamalah, atau ekonomi syariah mulai muncul
tahun 1990. Yaitu ketika Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan
disahkan. Diantara kandungan undang-undang itu ialah mebenarkan bank
konvensional beroperasi melalui sistem bagi hasil (profit sharing).[23]
Kemudian zaman reformasi, timbul perubahan undang-undang itu melalui pengesahan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 tentang perbankan. Undang-undang ini menjadi perintis ke era baru
perbankan syariah di Indonesia yang dapat dibuktikan melalui bank-bank syariah
baru atau divisi/unit usaha syariah pada bank konvensional. Dengan demikian,
praktik keungan syariah di Indonesia memerlukan panduan hukum Islam untuk
mengawasi pelaku ekonomi yang sesuai dengan ketentuan syariah.[24]
Dalam perkembangan berikutnya, MUI yang berperan sebagai payung
lembaga-lembaga organisasi keagamaan (Islam) di Indonesia menganggap perlunya
mendirikan Dewan Syariah Nasional (DSN).[25]Tugas
utama DSN adalah menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah, mengeluarkan
fatwa yang berhubungan dengan jenis-jenis kegiatan, produk dan jasa keuangan
syariah, dan mengawasi seluruh lembaga keuangan syariah, termasuk juga
bank-bank syariah.[26] Menurut pendapat penulis dalam upaya mencapai
tujuan terlaksananya perbankan syariah, optimalisai sumber daya manusia pada
perbankan syariah merupakan suatu keniscayaan untuk mencapai tujuan-tujuan
berjalannya prinsip-prinsip syariah dan itu merupakan salah satu dari aspek
kepuasan nasabah terhadap perbankan syariah. Rizqon Halal Syah Aji &
Kurniasih dalam penelitiannya mengungkapkan “Human capital has important
role for intellectual capital because it is being a customer capital invention
process on human capital has integrated with customers to identify knowledge, skill
inovation and companies members’ ability to settle up tasks.[27]
Senada dengan Rizqon, Ihyaul ulum berpendapat “Ante public submitted that
effeciency measure for assesing of value added is the result company
intellectual ability.[28]
Oleh karena itu perbankan syariah tentu
berbeda dengan bank konvensional dalam konsep penerapannya, sehingga sumber
daya manusia dalam ekonomi Islam merupakan sudut pandang yang harus diutamakan.
Pada aspek religiusitas sumber daya manusia di dalam perbankan syariah merupakan
hal yang diutamakan, hal ini sejalan dengan pembelajaran agama Islam bagi
setiap muslim. Senada dengan penelitian LPPOM MUI “Thats is why the
Indonesia ulama Assemble (Majelis Ulama Indonesia) fatwa commission concluded
that all prosessed product is basically doubful and needs to be studied or
explored futhermore before setting the status or its halal illegeitimate, to
provide certainty and reasurring Moslems consumers to practice their religious
teachings.[29]
Pada tataran konsep ekonomi syariah pada
prinsipnya sama, ia mengeluarkan suatu produk yang akan disampaikan kepada
masyarakat muslim untuk dilaksanakan berdasarkan keyakinan yang bernilai
kehalalan. Karena disaat yang sama nasabah bank kritis terhadap apapun yang
mereka alami pada aspek pelayanan atau aspek produk. Rahman berpendapat “Islamic
bangking has been providing superior products that conform to the syaria,
however, there are still many customers who are in doubt of tis profesionalism
and service quality. Superiority in
products remains in sufficient for customer satisfaction and loyalty. Banking
customers are increasingly critical that the products and services provided
affect banks survival.[30] Hal
tersebut dikuatkan oleh penelitan Rachmad Hidayat dkk yang memberikan
kesimpulan “ Result showed that service quality and customer trust of
Islamic banks were predictors of customers satisfaction and customer loyality
of Islamic bank customer satifaction of Islamic bank was the intervening
variable linking service quality and customers trust of Islamic bank to
customers loyalty of Islamic bank.[31]
Dengan demikian menurut pendapat
penulis hal yang harus diperhatikan dalam operasional perbankan syariah servis
yang mumpuni dan pemahaman perbankan syariah kepada sumber daya manusia yang
ada pada perbankan syariah harus senantiasa didorong ke arah yang lebih
baik.Implikasi maqashid assyariah terhadap perilaku konsumen[32]
secara konvensional dikenal dengan tiga dimensi, yaitu apa yang diproduksi,
bagaimana cara memproduksi dan bagi siapa produksi itu dilakukan. Permasalahn
tersebut tidak akan timbul apabila sumber daya alam tidak terbatas selaras
dengan keinginan (wants) manusia atau keinginan (wants) manusia
terbatas selaras dengan sumber daya alam yang tersedia. Dengan demikian konsep wants
dan needs adalah konsep yang tidak bebas nilai. Dalam hal ini, Islam
tidak memberikan dorongan kepada manusia untuk mengikuti keinginannya, tetapi
sebaliknya mendorong manusia untuk memenuhi kebutuhannya seperti yang
didepinisikan syariah.
Nabi Muhammad SAW mempunyai kedudukan
sebagai kepala negara di samping pemimpin agama. Dengan kata lain, dalam diri
Nabi Muhammad SAW terkumpul dua kekuasaan sekaligus, kekuasaan spritual dan
kekuasaan duniawi.[33]dan
Rasulullah segera membuang sebagian besar tradisi dan nilai-nilai yang
bertentangan ajaran Islam dari seluruh aspek kehidupan masyarakat muslim dan
segera meletakan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat termasuk mengenai aspek
ekonomi dan muamalah.
Oleh
karena itu Sutan Remy Sjahdeini menyarankan kepada Bank Indonesia dengan
bantuan Dewan Syariah Nasional dapat melakukan penyeragaman terhadap
perjanjian-perjanjian baku (standard
contract) yang digunakan oleh
bank-bank syariah di Indonesia, sehingga dengan penyeragaman
perjanjian-perjanjian baku perbankan syariah tersebut diharapkan akan mencapai
beberapa hal sebagai berikut :[34]pertama,Lingkup
dan isi perjanjian transaksi syariah antara bank syariah yang satu dan bank
syariah yang lain tidak berbeda-beda seperti yang terjadi saat ini.Kedua, Penyeragaman
perjanjian baku perbankan syariah dalam hal pembuatan draf perjanjian kredit
yang tujuannya adalah keseragaman dan meminimalisir kesalahan, misalnya, bagi
transaksi mudharobah dalam hal penerimaan deposito berjangka, transaksi
wadi’ah dalam hal pembukaan rekening giro, transaksi musyarokah,salam, atau murabahah dalam rangka pemberian fasilitas pembiayaan oleh
bank syariah, ketentuan dan syarat-syarat dari perjanjian itu dibuat secara
rinci. Hal tersebut perlu dilakukan oleh karena isi yang rinci tersebut dapat
dijadikan acuan apabila terjadi perbedaan pendapat antara nasabah dan bank. Dan
juga dapat dijadikan hakim sebagai pertimbangan dalam memutuskan perkara.[35]dan Ketiga, Untuk menghidarkan terjadinya pembuatan
perjanjian yang memberatkan satu pihak dan menguntungkan dipihak yang lain,
sebagaimana diketahui bahwa perjanjian baku dalam industri perbankan hanya
dibuat sepihak oleh bank. Oleh karena dibuat sepihak oleh bank, maka perjanjian
baku tersebut seringkali memberatkan disatu pihak dan menguntungkan dipihak
lain. misalnya yaitu hanya memuat hak-hak bank dan kewajiban-kewajiban bank.
Adanya klausul-klausul dalam perjanjian yang menekan nasabah, demikian itu
bertentangan dengan asas kepatutan atau asas keadilan. Menurut Penulis hal
tersebut haruslah dipertimbangkan dalam membuat perjanjian, sehingga para pihak
tidak ada yang dirugikan dengan klausul-klausul sebagai Syarat Ketentuan Umum
yang diberlakukan oleh perusahaan kepada konsumen.
E.Penutup
Kesimpulan :
Pertama, Berdasarkan
analisis Konsep kontrak yang dapat memenuhi asas keseimbangan berkontrak adalah
kontrak perjanjian yang memberikan pilihan hukum kepada para pihak dalam
menentukan klausul isi kontrak pada pra akad, pada saat akad dilakukan
dan setelah akad dilakukan sampai jika terjadi gugatan dalam perjanjian
tersebut. Asas keseimbangan berkontrak dapat memenuhi rasa keadilan para pihak
dalam suatu kontrak.
Kedua, penerapan kontrak dalam
transaksi akad pembiayaan perbankan syariah belum memenuhi asas keseimbangan
berkontrak hal tersebut secara emperis dibuktikan dengan adanya posisi nasabah
tidak diberikan pilihan hukum dalam menentukan klausula-klausa kontrak, karena
kontrak perspektif teori hukum ekonomi Islam adalam berdasarkan nilai (value)
terciptanya maksud-maksud disyariatkannya hukum Islam (Maqashid Assyariah),
yang salah satu nilai nnya adalah keadilan di dalam melakukan perjanjian.
Saran:
Pertama,
perbankan syariah dalam hal ini dewan pengawas syariah seyogyanya membuat
standart kontrak yang bernilai keseimbangan dan dapat memberikan rasa keadilan
kepada para pihak. Standart kontrak tersebut memberikan pilihan-pilihan
klausula kepada nasabah berdasarkan kemampuan dan keinginan debitur tersebut
namun tidak mengesampingkan aspek resiko yang akan terjadi dikemudian hari.
Kedua, perbankan
syariah kiranya menjadi pelopor dalam menerapkan perjanjian yang berimbang dan
berkedilan, sehingga dalam setiap tahapan kontrak dalam transaksi pembiayaan
perbankan syariah dapat memberikan kesamaan nilai di dalam menentukan
pilihan-pilihan klausula yang dapat memberikan
rasa keadilan kepada debitur.
Daftar
Pustaka
Buku:
Afzalur Rahman, Economic doktrines of Islam, Doktrin Ekonomi Islam,
jilid 3,terjemahan soeroyo dan Nastangin, PT. Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta,
1995.
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Cet
ke-10, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014.
Abd. Shomad, Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah Dalam HukumIndonesia,
Cet ke-2, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, 2012.
Abdul Kadir Muhammad, Perjanjian Baku
Dalam Praktik Perusahaan perdagangan, Citra Aditya, Bandung, 1992.
Ala’Eddin Khasofa, Transactions in Islamic Law,
A.S. Noorden, kuala Lumpur, 2000.
Black Henry Campbell, Black’s Law Dictionary,West Publishing Co.,
St. Paul-Minnessota, 1990.
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum
dan Tata hukum Indonesia, Balai Pustaka Jakarta, 1989.
Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian
Dalam Transaksi DiLembaga Keuangan Syariah, Sinar Grafika, Jakarta, 2012.
__________________, Hukum Ekonomi Islam Sejarah, Teori
dan konsep, Sinar
Grafika, jakarta, 2015.
Hennie
Van Groeuning, Zamir Iqbal, RiskAnalysis
for Islamic Banking,Analisis Resiko Perbankan Syariah, Terjemahan Yulianti
Abbas, Salemba empat, Jakarta, 2011.
Hartono
Mardjono, Petunjuk Praktis Menjalankan Syariat Islam Dalam Bermuamalah yang
Sah MenurutHukun Nasional, Studio Press, Jakarta, 2000.
Harun Nasution, Islam Dintinjau dari Berbagai Aspeknya,
UI Press, Jakarta, 1984.
M. Cholil Nafis, Teori Hukum Ekonomi Syariah, Kajian Komprehenshif
Tentang Teori Hukum Ekonomi Islam, Penerapannya dalam Fatwa Dewan syariah
Nasional dan Penyerapannya ke Dalam Peraturan Perundang-undangan, UI Press,
Jakarta, 2011.
Muhammad Syafie Antonio, Bank Syariah, dari Teori dan Praktik, Gema
Insani Press, Jakarta, 2001.
Morris.
L. Cohen & Kent C. Olson, Legal Research. West Publishing Company,
st. Paul, Minn, 1992.
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Prenada
Media, Jakarta, 2003.
Idri, Hadis Ekonomi Dalam Persfektif Hadis Nabi, Cet ke-1, Kencana
Prenadamedia Group, Jakarta, 2015.
Sutan Remy Syahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum
PerbankanIndonesia, Pustaka utama Graffti, Jakarta. 1993.
____________________, Perbankan Syariah Produk – Produk dan Aspek
– AspekHukumnya, PT. Jayakarta Agung
Offset, Jakarta, 2010.
Taryana Soenandar, Prinsip-prinsip UNIDROIT sebagai sumber Hukum Kontrak
dan penyelesaian Bisnis Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 2004.
Webster’s
Third New International Dictionary, Merriam-Webster Inc.,Publisherr,
Springfield, Massachahussets, U.S.A.
Wahbah
al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islam Wa adillatuh, Dar al-Fikr, Damaskus, Jilid
IV.
Jurnal :
Amirudin
K, Perbankan Syariah dalam Persfektif
Hukum, Jurnal Al-Risalah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Alaudin, Vol. 11
No. 1 May, 2011, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alaudin.
Ihyaul Ulum, Intellectual Capital Perfomance Sektor Perbankan Di
Indonesia, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 10 No. 2, November, 2008.
M. Amin, Islam Mengahalalkan yang Baik dan Mengharamkan yang Buruk,
Jurnal halal LPPOM MUI, No. 104 November-Desember Tahun, 2013.
Rizqon Halal Syah Aji & Kurniasih, The Intellectual Capital Effect
On Financial Perfomances at Islamic Insurance, (Jurnal
Al-Iqtishad, Vol VII (2), Faculty Syariah and Law Syarif Hidayatullah State
Islamic University, 2015.
Rachmad Hidayat dkk, Effect of Sevice Quality, Customers Trust and
Customers Religious Commitment on Customer Satisfaction and Loyalty of Islamic
bank in Easr Java, Jurnal Al-Iqtishad,
Vol VII (2), Faculty Syariah and Law Syarif Hidayatullah State Islamic University,
2015
Rahman, Developing Customer Oriented Service a Case Study, Managing
Service Quality, Vol. 14 No. 5,
2004.
Peraturan Perundang-undangan :
Undang-Undang Republik Indonesia
No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998.
Undang-Undang
Republik Indonesia No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.
Undang-Undang
Republik Indonesia No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer)
[1]Doktrin
bunga juga diharamkan oleh gereja pada abad pertengahan. Ciri utamanya adalah
larangan penerapan bunga. Semua bangsa yang telah berbudaya zaman dahulu, serta
pada abad zaman Kristen pertengahan, benar-benar tidak mendukung dengan adanya
bunga. Ada perintah yang eksplisit di dalam Injil yang menyangkut bunga seperti
“beri pinjaman, dan jangan berharap sesuatu yang lain.” (lukas) Gereja Kristen
mengulurkan tangannya, dan setapak gereja dapat mengenalkan larangan bunga
menjadi bentuk undang-undang. Larangan gereja tentang riba terus berlaku hingga
akhir abad pertengahan, yang berakhir pada abad ke-13. Lihat Afzalul Rahman, Economic
doktrines of Islam, Doktrin Ekonomi Islam, jilid 3, terjemahan Soeroyo dan
Nastangin, PT. Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta,
1995, Hlm.15.
[2]Kata-kata aqada dalam Al-Quran ditemukan 7 kali
dalam lima surah dengan berbagai bentuknya, yaitu ’aqadat pada surah An-Nisa (4):33, ’uquud pada surah AL-Maidah (5) : 1, ’aqdatun pada surah AL-Ma’idah (5):89, ’uqdatun pada Surah AL-Baqarah (2):235 dan 237, Surat Taha
(20):27, dan ‘Uqad pada surah AL-Falaq
(113) :4 dari 7 kata tersebut yang berkaitan dengan mengikat janji terdapat
dalam surah AL-Maidah (5):1. Dalam ayat tersebut Tuhan memerintahkan
kepada manusia untuk menepati segala bentuk janji, baik janji dengan Allah
maupun janji dengan sesama manusia. Lihat Fathurrahman Djamil, Hukum Perjanjian Dalam Transaksi Di Lembaga
Keuangan Syariah (Jakarta, Sinar Grafika, 2012) Hlm. 5. dan Lihat,
Adiwarman A. Karim, Bank Islam
AnalisisFiqih dan Keuangan, Rajawali Press, Jakarta, 2011, Hlm. 65.
[3] Asas
persamaan hukum (Al-musawah) yang menempatkan para pihak di dalam
persamaan derajat, tidak membeda-bedakan walaupun ada perbedaan kulit, bangsa,
kekayaan, jabatan dan lain-lain (Al-Qur’an, Al-Hujarat ayat 13). Asas ini
berpangkal pada kesetaraan kedudukan para pihak yang bertransaksi. Lihat. Abd.
Shomad, Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah Dalam HukumIndonesia, Cet
ke-2, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, 2012, Hlm.82.
[4]Al-Ridha’iyyah atau
asas konsesualisme yang menekankan
adanya kesepakatan yang sama bagi para pihak untuk menyatakan keinginannya
dalam mengadakan transaksi. Pelanggaran terhadap kebebasan berkehendak
berakibat tidak dapat dibenarkan akad tersebut, Ibid.,Hlm. 82.
[5] Aktifitas
ekonomi diatur dalam Al-Qur’an pada surat 2/Al-Baqarah: 188, 280, 270,
4/Annisa’:32, 10, 29, 7/Al-A’raf: 128, 9/Attaubah: 60, 10/yunus: 67,
13/Ar-Ra’ad: 11, 51/Adh-Dzariyat: 19, 70/Al-Ma’arij: 24-25, dan lainnya.
Misalnya mengenai jual beli (perdagangan) yang harus dilakukan secara suka sama
suka, tidak boleh dengan cara yang batil termasuk intimidasi, eksploitasi dan
pemaksaan. Lihat. Idri, Hadis Ekonomi Dalam Persfektif Hadis Nabi, Cet
ke-1 ,Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, 2015, Hlm. 6-7.
[6] Amirudin K, Perbankan Syariah dalam Persfektif Hukum,
Jurnal Al-Risalah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Alaudin, Vol. 11 No. 1
May, 2011, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alaudin, Hlm. 184.
[7]Sutan Remy
Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan
Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit bank di
Indonesia,Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993, Hlm. 193-239.
[8]Abdul
Kadir Muhammad, Perjanjian Baku Dalam
Praktik Perusahaan perdagangan, Citra Aditya, Bandung, 1992, Hlm. 12-17.
[9]Morris. L.
Cohen & Kent C. Olson, Legal Research. (West Publishing Company, st.
Paul, Minn. 1992). Hlm. 1.
[10]Peter
Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Cet ke-9 (Kencana Prenadamedia Group,
Jakarta: 2014) hlm. 60.
[11]Menurut
Black’s Law Dictionary “legal research” diartikan sebagai:
a.
The finding and assambling of authorities that bear on a
questions of law.
b.
The field of study concerned with the effective
marshalling of authorities that bear on a questions of law.
[12]Peter
Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Op.,Cit. Hlm. 37.
[13]Black’s
Law Dictionary mendepinisikan “equal” sama dengan “alike; uniform; on the
same plane or level with respect to effeciency, worth, value, amount or rights.
Word “equal” as used in law implies not identify butt duality and used of one
thing as the measure of another. Lihat. Henry Campbell Black, Black’s
Law Dictionary, west Publishing Co.,St. Paul-Minnesota, 1990) Hlm. 1193.
Sedangkan Webster’s Third New International Dictionary memberi pengertian “equal”
sebagai berikut :
1.
Of the same quantity, size, number, values, degree,
intensity, quality etc.
2.
Having the same right, privileges, ability, ranck etc.
3.
Evenly
proportioned; balance or uniform in effect or operation;
4.
Having the necessary ability, strenght, power, capacity
or courage;
5.
Fair, just, impartial. Lihat. Webster’s Third New
International Dictionary, (Merriam-Webster Inc.,Publisherr, Springfield,
Massachahussets, U.S.A) hlm. 458.
[14]Istilah lex
mercatoria blacks law diartikan kebiasaan dalam praktik bisnis (tidak
tertulis) yang semula berlaku dikalangan pedagang. Namun dalam perkembangan
menjadi tertulis melalui putusan hakim Niaga, arbiter, klausul kontrak standar
bahkan dilembagakan melalui organisasi-organisasi internasional. Seperti ICC (international
Chamber of Commerce) FIDIC (Federation Internationale Des Ingenieurs
Counceils), UNCITRAL (United Nations ConferenceInternational Trade Law)
dan UNIDROIT (international Institute for the Unifications of Privatelaw).
Para ahli pada umumnya mendepenisikan lex mercatoria sebagai hukum
kebiasaan komersial Internasional. Lihat Taryana Soenandar, Prinsip-prinsip
UNIDROIT sebagai sumber Hukum Kontrak dan penyelesaian Bisnis Internasional,
(Sinar Grafika, Jakarta: 2004) Hlm. 1-2, 15-16.
[15]Di dalam
hukum islam dikenal dua jenis akad, yaitu :
a.
Akad Tabarru, yaitu akad yang dimaksudkan untuk
menolong dan murni semata-mata karena mengharapkan rhido dan pahala dari Allah
Ta’ala, sama sekali tidak mencari unsur “return” ataupun motif mencari
keuntungan, misalnya Al-Qardh
b.
Akad Tijari, yaitu akad yang dimaksudkan untuk
mencari dan mendapatkan keuntungan di mana rukun dan syarat telah dipenuhi
semuanya, misalnya murabahah, salam, ijarah,ijarah muntahiya
bittamlik, mudharobah serta musyarokah. Lihat. Abd. Shomad, Hukum
Islam Penormaan Prinsip Syariah Dalam HukumIndonesia, Kencana Prenadamedia
Group, Jakarta, 2012. Hlm. 171.
[16]Ala’Eddin
Kharofa menguraikan kata “Aqd”, dalam uraiannya mengenai definisi contract
dalam hukum Islam:
1. The
word’aqd (contract) in the arabic language originally means tying tightly, as
in tying rope. Arabs also used the word to speak about firm belief or
determination.
2. The word
contract in islamic jurisprudential usage means an engagement and agreement
between two persons in a legally accepted, impactful and binding manner. Lihat.
Ala’Eddin Khasofa, Transactions in Islamic Law, (A.S. Noorden, kuala
Lumpur, 2000) Hlm. 1-5.
[17]Kalangan ahli hukum
pada umumnya berpandangan bahwa sumber
hukum material dapat ditinjau dari berbagai sudut, mulai dari sudut
ekonomi, sejarah, dan sosiologi sampai pada sudut filsafat dan lain sebagainya.
Adapun sumber formal yang dikenal dalam ilmu hukum, adalah terdiri dari UU (statute, perundang-undangan) kebiasaan
(hukum adat,costum, common law),
keputusan-keputusan hakim (judge law,
jurisprudentie) traktat (perjanjian, Treaty)
dan pendapat sarjana hukum (doktrin). C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata hukum Indonesia, Balai Pustaka,
Jakarta, 1989, Hlm. 46.
[19] Hartono Mardjono, Petunjuk
Praktis Menjalankan Syariat Islam Dalam Bermuamalah yang Sah MenurutHukun
Nasional, Studio Press, Jakarta, 2000, Hlm. 77-78.
[20] Adiwarman A. Karim.
Adiwarman A. Karim, Bank Islam
AnalisisFiqih dan Keuangan, Rajawali Press, Jakarta, 2004, Hlm. 462.
[21] Fathurrahman
Djamil, Hukum Ekonomi Islam Sejarah, Teori dan konsep, Sinar
Grafika, jakarta, 2015, Hlm. 57.
[22]Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh
al-Islam Wa adillatuh, Dar al-Fikr, Damaskus, Jilid IV, Hlm. 276-286.
[23]M. Cholil
Nafis, Teori Hukum Ekonomi Syariah, Kajian Komprehenshif Tentang Teori Hukum
Ekonomi Islam, Penerapannya dalam Fatwa Dewan syariah Nasional dan
Penyerapannya ke Dalam Peraturan Perundang-undangan, UI Press, Jakarta,
2011, Hlm. 5.
[25] Dewan
Syariah Nasional (DSN) didirikan pada tahun 1997 dan merupakan hasil
rekomendasi Loka Karya Reksadana Syariah pada bulan Juli tahun yang sama.
Lembaga ini merupakan lembaga yang mandiri di bawah Majelis Ulama Indonesia
yang dipimpin ketua Umum MUI dan Sekretaris Umum (ex-officio). DSN digerakan
oleh Badan Pelaksana Harian dengan seorang ketua dan seorang sekretaris serta
beberapa anggota, Muhammad Syafie Antonio, Bank Syariah, dari Teori dan
Praktik, Gema Insani Press, Jakarta, 2001, Hlm. 6.
[26]Keputusan
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 01 Tahun 2000 tentang
Pedoman Dasar Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (PD DSN-MUI)IV.
Tugas dan Wewenang.
[27]Rizqon
Halal Syah Aji & Kurniasih, The Intellectual Capital Effect On Financial
Perfomances at Islamic Insurance, (Jurnal Al-Iqtishad, Vol VII (2), Faculty Syariah
and Law Syarif Hidayatullah
State Islamic University, 2015 Hlm. 185.
[28]Ihyaul
Ulum, Intellectual Capital Perfomance Sektor Perbankan Di Indonesia,
Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 10 No. 2, November, 2008, Hlm. 183.
[29]M. Amin, Islam
Mengahalalkan yang Baik dan Mengharamkan yang Buruk, Jurnal halal LPPOM
MUI, No. 104 November-Desember Tahun, 2013, Hlm. 28.
[30]Rahman, Developing
Customer Oriented Service a Case Study, Managing Service Quality, Vol.
14 No. 5, 2004, Hlm. 12.
[31]Rachmad
Hidayat dkk, Effect of Sevice Quality, Customers Trust and Customers
Religious Commitment on Customer Satisfaction and Loyalty of Islamic bank in
Easr Java, Jurnal
Al-Iqtishad, Vol VII (2), Faculty Syariah and Law Syarif Hidayatullah State
Islamic University, 2015, Hlm. 162.
[32]Abulhasan
M. Sadeq dan Aidit Ghazali, Reading In Islamic Ekonomic Thought,
Selangor Darul Ehsan, Longman Malaysia, 1992, Hlm. 193.
[33]Harun
Nasution, Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya, UI Press, Jakarta,
1985, Hlm. 101.
[34]Sutan Remy
Sjahdeini, Perbankan Syariah Produk –
Produk dan Aspek–AspekHukumnya, PT. Jayakarta Agung Offset, Jakarta, 2010.Hlm. 143.
[35]Perjanjian Cost-plus-sale,
adalah salah satu perjanjian yang paling populer untuk membeli komoditas dan
produk-produk lain secara kredit. Konsepnya adalah pemodal memberi sebuah
produk. Yaitu sebuah komoditas, bahan baku dan lain-lain untuk seorang
pengusaha yang tidak memiliki modal sendiri. Pemodal dan pengusaha sepakat
mengenai tingkat keuntungan, sering disebut mark up, yang ditambahkan pada
biaya produk Pembayaran ditunda untuk
jangka waktu tertentu di mana pada jangka waktu itu pengusaha menghasilkan
produk akhir dan menjualnya di pasar. Agar menjadi perjanjian yang sah, syariat
mensyaratkan perjanjian murabahah sebagai hasil dari penjualan awal dan bukan
sebagai pendanaan yang ada. Selain itu, pemodal harus mengambil kepemilikan
barang-barang yang dijual. Hennie Van Groeuning, Zamir Iqbal, RiskAnalysis for Islamic Banking,Analisis
Resiko Perbankan Syariah, Terjemahan Yulianti Abbas, Salemba empat,
Jakarta, 2011, Hlm.22.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar